Perang Romawi Dan Persia

Sifat dan kelincahan

Kucing persia dikenal dengan sifatnya yang tenang, lembut, dan tidak terlalu aktif sehingga cocok untuk Anda yang menyukai suasana sepi.

Sebaliknya, VetAmerican Pet Hospital menyebutkan bahwa kucing anggora merupakan ras kucing yang paling banyak berbicara atau mengeong. Kucing ini cocok untuk menemani anak kecil yang cukup aktif.

Jika Anda memiliki banyak perabotan di rumah, kucing persia mungkin lebih cocok untuk Anda pelihara karena risikonya untuk merusak perabot lebih kecil.

Bulu dan perawatan

Persia terkenal dengan bulunya yang panjang dan lebat. Kucing jenis ini memiliki dua lapisan bulu, yakni bagian atas dan bawah. Mantel Persia datang dalam banyak warna, pola, dan terbagi menjadi dua tekstur. Persia merah atau hitam biasanya memiliki tekstur halus, sedangkan warna biru dan krem ​​memiliki bulu lembut seperti kapas, sehingga membutuhkan perhatian ekstra.

Sebaliknya, Anggora memiliki bulu lebih pendek atau gak sepanjang Persia. Namun, tetap halus dan cenderung jarang menggumpal. Menyisirnya satu dua kali seminggu mungkin cukup, tak seperti Persia yang harus setiap hari. Meski begitu, kedua kucing ras ini  sama-sama akan kehilangan sebagian bulunya selama musim panas.

Jika membaca deskripsi di atas, perbedaan kucing Anggora dan Persia, ternyata cukup mencolok, ya? Kalau sudah tahu, bisakah kamu membedakan keduanya secara langsung?

Baca Juga: Kucing Lemas Tidak Mau Makan, Ini Penyebab dan Perawatannya

Karena kucing anggora dan persia sama-sama berbulu lebat, tidak heran bila Anda kesulitan untuk menemukan perbedaan di antara keduanya. Terlebih lagi bila Anda tidak terlalu familiar dengan jenis-jenis kucing.

Nah, sebenarnya apa saja yang menjadi pembeda di antara dua ras kucing kesayangan banyak orang ini? Simak jawabannya dalam uraian berikut!

Tafsir Ringkas Kemenag

Ayat ini berisi prediksi Al-Qur’an terhadap kejadian yang akan datang.

Bangsa Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel pada awalnya telah dikalahkan oleh Bangsa Persia pemeluk Majusi.

Berita Bangsa Romawi Dikalahkan oleh Bangsa Persia, Negeri yang Dekat dengan Kota Mekah, Tafsir Surat Ar Rum Ayat 2 (Sumber: freepik/frimufilms)

Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria.

Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi.

Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari ayat-ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an.

Pada saat bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah ayat ini yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan lama dideritanya.

Hanya dalam beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.

Mendengar berita ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan.

Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala.

Oleh karena itu, mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena sama-sama mempersekutukan Tuhan.

Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat dengan agama Nasrani, karena sama-sama menganut agama Samawi.

Oleh karena itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid.

Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati karena sikap menentang kaum musyrik Mekah semakin bertambah.

Mereka mencemooh kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa dalam waktu dekat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani.

Lalu ayat ini turun untuk menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak lama, hanya dalam beberapa tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, peperangan antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya.

Pada permulaan terjadinya peperangan itu telah tampak tanda-tanda kemenangan bangsa Romawi.

Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada di pihak Persia.

Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf ketika mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu ‘Abdurraḥmān, menjamin taruhan ayahnya, jika Persia menang.

Hal ini diterima oleh ‘Abdurraḥmān.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurraḥmān melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika bangsa Romawi menang.

Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat berita di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut:

pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia telah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, karena hubungan yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurraḥmān minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud.

Kedua, peperangan itu berlangsung dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah.

Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum mempunyai hubungan yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah mempunyai hubungan batin, yaitu antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain.

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga karena sama-sama menganut politeisme.

Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Nasrani sebagai kekalahan mereka pula, karena merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu.

Hal ini merupakan suatu faktor nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.

Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah.

Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf.

Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga kalau tidak karena keyakinan akan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani mengadakan taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir.

sukar diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang.

Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya.

Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang.

Jika kaum Muslimin mempunyai keyakinan dan berusaha seperti kaum Muslimin di masa Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.

Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa adalah urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya.

Allah-lah yang menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya.

Hal ini berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.

Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali kepada Allah.

Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu.

Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Hal ini bukanlah berarti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan.

Dalam suatu hadis diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu masjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata,

“Aku bertawakal kepada Allah,” lalu Nabi bersabda:

اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ. (رواه الترمذى عن انس بن مالك)

Ikatlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakal. (Riwayat at-Tirmiżī dari Anas bin Mālik )

Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.

Akhir ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia.

Mereka bergembira karena:

1. Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam ayat Al-Qur’an.

2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.

3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.

Itulah tafsir surat Ar Rum ayat 2 yang dilansir tvOnenews.com dari Qur’an Kementerian Agama (Kemenag).

Semoga artikel ini bermanfaat.

Jakarta, tvOnenews.com - Romawi adalah salah satu bangsa yang amatlah berkuasa di masanya.

Saat Rasulullah SAW berdakwah dalam menyebarkan agama Islam, kekaisaran Romawi juga masih berkuasa.

Namun bangsa Romawi akhirnya dikalahkan oleh bangsa Persia.

Hal itu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 2.

Artinya: Bangsa Romawi telah dikalahkan,

Tafsir Ringkas Kemenag

Ayat ini berisi prediksi Al-Qur’an terhadap kejadian yang akan datang.

Bangsa Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel pada awalnya telah dikalahkan oleh Bangsa Persia pemeluk Majusi.

Berita Bangsa Romawi Dikalahkan oleh Bangsa Persia, Negeri yang Dekat dengan Kota Mekah, Tafsir Surat Ar Rum Ayat 2 (Sumber: freepik/frimufilms)

Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria.

Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Halaman Selanjutnya :

Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi.

Makanan kucing anggora sangat bergantung pada usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitasnya. Anggora termasuk jenis kucing yang tidak rewel soal makanan. Makan berlebihan dapat menyebabkan obesitas. Jadi penting untuk menjaga pola makan yang sehat dan seimbang.

Sementara yang menjadi perbedaan kucing anggora dan persia adalah kucing persia cenderung pilih-pilih pemakan, tetapi mereka akan makan dengan baik begitu menemukan makanan yang pas. Makanan persia harus tinggi protein dan serat serta rendah lemak.

Meskipun sebagian besar sehat, kucing ras dapat rentan terhadap masalah genetik tertentu. Dibanding persia, anggora cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Beberapa masalah kesehatan lain yang biasa dialami anggora seperti Ataksia atau gangguan neuromuskuler yang fatal yang memengaruhi anak kucing berusia dua hingga empat minggu.

Sementara daya tahan tubuh kucing persia tidak sekuat anggora. Banyak dari masalah ini secara langsung berkaitan dengan struktur wajah kucing persia. Meskipun mereka juga mungkin hadir dengan masalah kesehatan genetik yang tidak terkait dengan ciri fisik mereka.

Baik Angora dan Persia rentan mengalami insiden yang lebih tinggi dari kondisi jantung yang dikenal sebagai kardiomiopati hipertrofik. Kondisi ini menyebabkan penebalan otot jantung.

%PDF-1.5 %âãÏÓ 1 0 obj << /Type /Catalog /Pages 2 0 R >> endobj 2 0 obj << /Type /Pages /Kids [ 3 0 R 7 0 R 15 0 R 20 0 R 27 0 R 34 0 R 40 0 R 47 0 R 53 0 R 59 0 R 64 0 R 70 0 R 76 0 R 83 0 R 88 0 R 95 0 R 97 0 R 101 0 R 104 0 R 106 0 R 108 0 R ] /Count 21 >> endobj 3 0 obj << /Type /Page /Parent 2 0 R /Resources << /ProcSet [ /PDF /Text ] /Font << /F1 111 0 R /F2 114 0 R /F3 117 0 R /F4 120 0 R /F5 123 0 R /F6 126 0 R /F7 132 0 R >> >> /MediaBox [0 0 595 842] /Contents 4 0 R /Annots [ 5 0 R 6 0 R ] >> endobj 4 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 4180 >> stream x^ÍÛrÛÆõ]_ÁGbÆD÷`O†S9’S'Më8òtÒºÓMY´e�²$ÆãüE^ú½ÝsÎ^ мÌLD�‹Å¹í¹ï‚Ž~:úp$s1î®UcòJ3+”È›¢¨g¯¯îMò×Ón-ìþáèÉÙÑŸžÊ™´“tÓÌÎÞ öèÍ…ýÚ4MÝVJ•³R增�]ýk^eÕ\fÿž�}tz†¬}X¥ó¢w–³ir]Ít�WÅ^�jfùƒ'íÔ²š-óRÄç™óS+�¿erþ]¶Póc{ñÂþ½´��T¤u"Aº�1ýœ-Šù³¬FÔ�ì°°8áóÌÒõÒ‘óƒ%Eá,>ãÄÞ�§€úYÖÌŸ Ð_ì·fªr·²FPð0€ûÑŽT©l麲jĹò´ü5#Ä ÐÄüÂMò“‰àÈBMªlr53ÒäµS˜>x ÑC¨+v?,Â/Ž²C¬½®¬�êE#õˆÖ€”±dD‘Ëê 0USƒ†Vu�k·–G¥yŸi3?ÇeÜd²™?Þ#’)È´²² ÀÑ%ŠYU:7Õ¬2*WN̤|;XÔ |´W™Tsüh×0õ ßk]º¬óºGÅ_Å€²–y#AV9úŽ«§Ûøl-ÝXà†ÖÞÚ;¯3íî·&¿&Û®M$¢‘Tœ¨—h\c­Ì[ü‹lÑXQŸ[*:yŠ¤Ý! Ní{‚‰Àƪí.ÒÈ+ ‘×5'/•_Y¢zÀEˆ§‰m°T=€‹T€&Wu"³EµFù>-'©Ã"�¸ñ&NûϦÅÿëV•KÿʳÙns| Ti{•Fa!ª¼O`¢ÑOXi{w¿','À¤„£²ë-�g:¶²Z�¡Þ’Å%¡�6bš>ï]š0¤Õù¢ôñ(@�7ꡋܨÈD3’6uµËF‚�âúgÐE«™ª6“ó-êkð0| Î$º;7º}ƒ9‘û†þV o�KÔV}?B*d}âBJ?ù‚,£$ëD¾´*ó>[.˜0R���Õ 3Þ]»k°´®õ¦¬å%SXÏbS NMîóÅ %/VÔé ÒsK©Q_Ø6ÓÔâPËnl æêó™ïÂjOäÈ�šb,Oæ±AaºÕÂÛD»S >.6”¯“uw/Ï€~ y©o;ðµ÷ˆ¿ú‹HÚo �;ÿÕÂɦÈD�Wõ@&1¯×Ä*ðp ¯Ó°Â€ËécC¾(ôâǧ(IR_FÈz‡ÉD ðOÊ�D—×ÊÞ�*ZŽÒÓ@ŽºHš†Ï "Žï&"æ°âŽ¼¹¥~ç58 åë/i•Â¬Ÿ#ÜâR|L„«±àp�ò_ÑTàꆞåÀüʽjB FS®‘PL]ñê¡<³3}ãýuæSWzºÛÞEPè\V"ç×m‡è�†C*f)B3cåìÈèZÚÕÀMÜ1C2<>Ù/×[>OºB�yïŽÉLãDY•Çj‹óÒ¥­Ëû@a!FYB.ºu�S c°C­42ýíé™ýN" ~:ÞHõ‘e5\rL@¢%#�LÂæLW¡†GeA,÷¤¿4¼µÊ+\9†yê¯`àÍ0¾JÌT’p+]yŽy?³¢"ï0o»^„‚’qhv#$Q¯uQ¡d&®³.!-ç A“vCâIã1ãÅxO—¤{CÖcp–#‹D¹/IÕú˜Dò½š*],¤ÿÚ²âµÏÝíº­vÞC«^~†3o\~©Áf±T-îeW·q€œÇkgé],Âî¼×ìQJl‡É¡*YrÇ• f²ÂŠï 6-Rû6·¹7—Ú&b3„¸n×yÖx.ŽáW®wá÷œt¤J¢†<±�èP¤†©â>¢úþ¤oƒÞµ®˜‘%&šÊRV÷(ã6ú”Ì+~rëmÚ¦ iصM÷›¾¨OKlirˆX¹c\¼tõVÝäUA¬†$¥\Û�ÏKÃg*ÀÄúlÔ/Ãð;×&2vr‘¶—%ô´P2G“D·3£¢‰m´‡×­Ö“1Ö®‰–fô00ž„@"?ˆ0<š¶ÃäóbÞ'µ=ç “‚í�Ñ�Mbªê“&Ë¢, xã²LìÂemÃ=ÈÍÄ­ÐOíŒéB-Bû„Kžm¼MÃW¡àø0^F�‹Qc´/x7‡Íc* ÙC0š�`Èw·ûZ¡Ç´“õŽbW)íBSè"âŽÁ‚K,$CªÂnÎ¥ Ð-X…½úØ…qmijC¦}Â\èaè{|D­­kà fInbÌoàÛ³û=R¤àu„<Õ�À3+oØ-¶ô�žp×qƒ!Ühˆ%Àå'DÄ¥íϘ3v‘sÆD"BZLŽ¤RŠXЕÔÖöj—™/[QÙ·<Žöº Þ–œHKÖ} ,ÚßìµÍèºõp œºA�»½Ü-_¦‘fÎ�¦·™$I î4pIH ·`5ý¡Úª²ÀmPžâÒý¦*/ÛУ¤!n0]爗lãà±Cß^ºUÞ%ÆZe!$.®*..zžºÂÍ“/[åÂL;ËTØë3½…)‰ 0á În_´î£½Žb=’žO9´áU�!Ù_œ"c �‘º1Q!¤u}yL e¾ÞH¢AI=”S?OIƒ^TC™­É£œø@Þ«€Ó�5PÃr\�²ä. œ4êí’·Òd5 ™èµÂã#÷Ö=Ë Z!©µn§Ô¾ ùS6ÿý1I8�w@xUö‚ž§”«mq$Y˜QJØææ;(µðhW‹'¾ðì×{è‚âUÛÑ©¯4?h ŸË±Ž ¬&

Wih, bulunya panjang. Kucingnya Anggora, ya, Kak?

Bagi orang awam, membedakan ras kucing bisa jadi hal yang cukup sulit. Selama bulunya panjang, pasti dibilang Persia. Lalu, begitu lihat kucing putih, biasanya disebut Anggora. Padahal, perbedaan kucing Anggora dan Persia gak sesederhana itu, lho!

Selain bentuk fisik, kebiasaan hingga perawatannya pun berbeda. Kalau kamu tertarik atau sedang memelihara keduanya, mengetahui karakteristik masing-masing hewan akan membantu memberikan treatment yang tepat.

Justinianus vs. Khosrau I

Persia melanggar "Kesepakatan Perdamaian Abadi" pada 540 M, kemungkinan sebagai tanggapan akibat penaklukan ulang Romawi di banyak bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat, yang ikut dibantu dengan berhentinya perang di Timur. Khosrau I menginvasi dan meluluhlantakkan Suriah, merampas sejumlah besar uang dari kota-kota di Suriah dan Mesopotamia, dan secara sistematis menjarah kota-kota lainnya termasuk Antiokhia, yang penduduknya dikirim ke wilayah Persia.[89][90] Belisarius, dipanggil dari kampanye di Barat untuk menghadapi ancaman Persia, melancarkan kampanye terhadap Nisibis pada 541 M yang berakhir inkonklusif. Khosrau melancarkan serangan lainnya di Mesopotamia pada 542 M ketika dia berupaya menaklukkan Sergiopolis.[91][92] Dia mundur dengan cepat ketika menghadapi pasukan Romawi di bawah Belisarius, menjarah dan merusak kota Callinicum dalam perjalannya.[93][94] Serangan terhadap sejumlah kota Romawi berhasil dipukul mundur, dan pasukan Persia dikalahkan di Dara.[95][96] Pada 543 M, Romawi melancarkan serangan ke Dvin namun dikalahkan oleh sejumlah kecil pasukan Persia di Anglon. Khosrau mengepung Edessa pada 544 M namun gagal dan akhirnya disuap oleh pasukan bertahan.[97] Setelah penarikan mundur pasukan Persia, utusan dari Romawi datang ke Ktesiphon untuk melakukan perundingan.[98][99][100] Perjanjian damai selama lima disepakati pada 545 M, dan dijamin dengan pembayaran Romawi kepada Persia.[98][101]

Pada awal 548 M, raja Gubazes dari Lazika mendapati bahwa negerinya ditindas oleh Persia. Dia pun meminta kaisar Justinianus untuk mengembalikan protektorat Romawi di sana. Justinianus mengambil kesempatan itu, dan pada 548–549 M pasukan gabungan Romawi dan Lazika berhasil meraih serangkaian kemenangan atas pasukan Persia, meskipun mereka gagal merebut garnisun kunci di Petra. Kota tersebut pada akhirnya diduduki pada 551 M, tetapi pada tahun yang sama, serangan Persia di bawah Mihr-Mihroe berhasil menduduki Lazika timur.[102] Gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya pada 545 SM kembali diperbaharui di dekat Lazika untuk lima tahun berikutnya dengan ketentuan bahwa Romawi harus memabayr 2,000 pon emas tiap tahun.[103] Di Lazika perang berlangsung inkonklusif selama beberapa tahun, dan kedua pihak tidak mampu memperoleh kesuksesan yang berarti.[104] Khosrau, yang kini harus berurusan dengan Suku Hun Putih, memperbaharui gencatan senjata pada 557 SM, kali ini tanpa meliputi Lazika; negosiasi berlangsung untuk perjanjian damai tanpa batasan yang jelas.[99][105] Pada akhirnya, pada 561 M, utusan Justinianus dan Khosrau menyepakati perdamaian selama lima puluh tahun. Persia sepakat untuk mengevakuasi Lazika sedangkan Romawi diharuskan membayar 30,000 nomismata (solidi) tiap tahun.[106] Kedua pihak juga sepakat untuk tidak membangun perbentengan baru di dekat perbatasan dan melonggarkan pembatasan dalam hal diplomasi dan perdagangan.[107]

Perang kembali pecah ketika Armenia dan Iberia memberontak terhadap pemerintahan Sassaniyah pada 571 M, menyusul bentrokan yang melibatkan proksi Romawi dan Persia di gurun Yaman dan Suriah, dan perundinagn Romawi untuk bersekutu dengan Suku Turk melawan Persia.[108] Justinus II menjadikan Armenia di bawah perlindungannya, sementara pasukan Romawi di bawah keponakan Justinus, Marcianus menggempur Arzanene dan menginvasi Mespotamia Persia, mereka mengalahkan pasukan lokal di sana.[109] Pemberhentian Marciaus yang mendadak serta kedatangan pasukan Persia di bawah Khosrau berujung pada penggempuran Suriah oleh Persia, serta gagalnya kepungan Romawi di Nisibis dan jatuhnya Dara ke tangan Persia.[110] Romawi bersedia membayar 45,000 solidi dan gencatan senjata selama satu tahun akhirnya disepakati di Mesopotamia (kemudian diperpanjang sampai lima tahun).[111][112] Akan tetapi di Kaukasus dan di perbatasan gurun lainnya peperangan terus berlanjut.[113][114] Pada 575 M, Khosrau I berupaya untuk menggabungkan agresi di Armenia dengan diskusi terkait perdamaian permanen. Dia menginvasi Anatolia dan menjarah Sebasteia, tetapi setelah bentrokan di dekat Melitene, pasukan Persia menderita kerugian yang besar ketika berusaha mundur menyeberangi Efrat di bawah serangan Romawi.[115][116]

Romawi memanfaatkan kekacauan Persia, dan jenderal Justinianus menginvasi wilayah Persia dan menyerang Atropatene.[115] Khosrau awalnya meminta berdamai, tetapi mengabaikan inisiatif ini setelah Tamkhusro meraih kemenangan di Armenia, di sana tindakan Romawi tidak mendapat dukungan dari penduduk lokal.[117][118] Pada musim semi 578 M perang di Mesopotamia berlanjut dengan serangan Persia terhadap wilayah Romawi. Jenderal Romawi Mauricius membalas dengan menyerang Mesopotamia Persia, merebut benteng Aphumon, dan menjarah Singara. Khosrau sekali lagi meminta perundingan damai namun dia keburu meninggal pada 579 M dan penerusnya Hormizd IV lebih suka melajutkan peperangan.[119][120]

Selama tahun 580-an M, perang berlanjut inkonklusif dengan kemenangan di kedua pihak. Pada 582 M, Mauricius memenangkan pertempuran di Konstantia atas Adarmahan dan Tamkhusro, yang terbunuh, tetapi jenderal Romawi itu tidak menindaklanjuti kemenangannya; dia harus cepat-cepat pergi ke Konstantinopel untuk mengejar ambisi menjadi penguasa Romawi.[120][121][122] Kemenangan Romawi lainnya dalam Pertempuran Solakhon pada 586 M juga tidak berhasil memecah kebuntuan.[123]

Persia merebut Martyropolis melalui pengkhianatan pada 589 M, tetapi tahun tersebut kebuntuan hancur ketika jenderal Persia Bahram Chobin, setelah dipecat dan dan dihina oleh Hormizd IV, bangkit memimpin pemberontakan. Hormizd digulingkan dalam sebuah kudeta di istana pada 590 M dan digantikan oleh putranya Khosrau II, tetapi Bahram tetap saja meneruskan pemberontakannya dan mengalahkan Khosrau, yang terpaksa harus menyelamatkan diri ke wilayah Romawi, sementara Bahram merebut takhta dengan gelar Bahram VI. Dengan dukungan dari Mauricius, Khosrau memimpin pemberontakan melawan Bahram, dan pada 591 M, pasukan gabungan Romawi dan Khosrau berhasil mengalahkan Bahram dan dengan demikian Khosrau dapat kembali bertakhta. Sebagai imbalan karena telah membantunya, Khosrau tidak hanya mengembalikan Dara dan Martyrooplis, tetapi dia juga menyerahkan paruh barat Iberia dan lebih dari setengah Armenia Persia kepada Romawi.[124][125][126]

Pada 602 M pasukan Romawi yang sedang melakukan kampanye militer di Balkan memberontak di bawah pimpinan Phocas, yang kemudian berhasil merebut takhta dan membunuh Mauricius beserta keluarganya. Khosrau II memanfaatkan pembunuhan itu sebagai pembenaran untuk dapat kembali menyerang Romawi.[127] Pada awal perang, Persia menikmati kesuksesan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka dibantu oleh siasat Khosrau yang menggunakan seseorang yang berpura-pura sebagai putra Mauricius, juga oleh pemberontakan terhadap Phocas yang dipimpin oleh seorang jenderal Romawi, Narses.[128][129] Pada 603 M Khosrau mengalahkan dan membunuh jenderal Romawi, Germanus, di Mesopotamia dan kemudian mengepung Dara. Meskipun pasukan bantuan Romawi datang dari Eropa, Khosrau kembali memperoleh kemenangan lainnya pada 604 M, sementara Dara takluk setelah dikepung selama sembilan bulan. Selama tahun-tahun berikutnya, satu demi satu kota-kota benteng di Mesopotamia takluk setelah dikepung oleh Persia.[130][131] Pada saat yang sama, Persia juga meraih kemenangan di Armenia dan secara sistematis menguasai garnisun Romawi di Kaukasus.[132]

Phocas digulingkan pada 610 M oleh Heraclius, yang berlayar ke Konstantinopel dari Karthago.[133] Pada saat yang sama Persia telah menyelesaikan penaklukan mereka di Mesopotamia dan Kaukasus, dan pada 611 M mereka menyerbu Suriah dan memasuki Anatolia, serta menduduki Caesarea.[134] Setelah mengusir Persia dari Anatolia pada 612 M, Heraclis melancarkan serangan balasan ke Suriah pada 613 M. Dia secara telak dikalahkan di dekat Antiokhia oleh Shahrbaraz dan Shahin dan dengan demikian posisi Romawi pun semakin rawan.[135] Selama beberapa dekade berikutnya, Persia berhasil menaklukkan Palestina dan Mesir,[136] serta meluluhlantakkan Anatolia.[137] Sementara itu, suku Avar dan bangsa Slav mengambil keuntungan dari situasi ini untuk menyerbu Balkan, yang pada gilirannya ikut menambah kehancuran pada Kekaisaran Romawi.[138]

Selama masa tersebut, Heraclius berusaha membangun kembali pasukan Romawi. Dia memotong pengeluaran nonmiliter yang tidak penting, mendevaluasi mata uang dan melebur lempeng gereja, dengan dukungan Patriark Sergius, untuk memperoleh dana yang dibutuhkan untuk melanjutkan peperangan.[139] Pada 622 M, Heraclius berangkat dari Konstantinopel, memercayakan kota kepada Sergius dan jenderal Bonus sebagai wali anaknya. Dia menghimpun pasukannya di Asia Kecil dan, setelah melakukan latihan untuk meningkatkan moral mereka, dia melancarkan serangan balasan, yang mengambil ciri perang suci.[140][141] Di Kaukasus dia mengalahkan pasukan Arab sekutu Persia, dan kemudian meraih kemenangan atas Persia di bawah Shahrbaraz.[142][143] Menyusul masa tenang pada 623 M, ketika Heraclius merundingkan kesepakatan damai dengan suku Avar, dia melanjutkan kampanyenya di Timur pada 624 M dan mengusir pasukan pimpinan Khosrau di Ganzak, Atropatene.[144][145] Pada 625 M, dia mengalahkan jenderal Shahrbaraz, Shahin dan Shahraplakan di Armenia, dan dalam sebuah serangan kejutan pada musim dingin pada tahun yang sama dia menggempur markas Shahrbaraz dan menyerang pasukannya dalam bilet musim dingin mereka.[146][147] Didukung oleh pasukan Persia pimpinan Shahrbaraz, suku Avar dan Slav mencoba mengepung Konstantinopel pada 626 namun gagal,[148][149] sementara pasukan Persia kedua di bawah Shahin kembali menderita kekalahan di tangan saudara Heraclius, Theodore.[150][151]

Sementara itu, Heraclius membentuk persekutuan dengan suku Turk, yang mengambil keuntungan ketika kekuatan Persia melemah. Suku Turk memorak-perandakan wilayah Persia di Kaukasus.[152] Pada akhir 627 M, Heraclius melancarkan serangan musim dingin ke Mesopotamia, di sana, meskipun kontingen Turk tidak mau ikut menyerang, Heraclius tetap dapat mengalahkan Persia dalam Pertempuran Nineweh. Dia terus bergerak ke selatan di sepanjang Tigris dan menjarah istana agung Khosrau di Dastagird. Dia sebenarnya hendak menyerang Ktesiphon juga namun gagal karena jembatan di Kanal Nahrawan dihancurkan. Karena terus mengalami kekalahan, Khosrau digulingkan dan dibunuh dalam sebuah kudeta oleh putranya sendiri Kavadh II, yang langsung saja meminta perdamaian. Supaya dapat berdamai, Kavadh bersedia menarik pasukan Persia dari semua wilayah yang sebelumnya mereka rebut.[153][154] Heraclius mengembalikan Salib Suci ke Yerusalem dengan perayaan yang megah pada 629.[155][156][157]

Dampak yang menghancurkan dari perang terakhir ini, menambah efek kumulatif dari konflik seabad yang hampir tanpa henti, membuat kedua kekaisaran menjadi sangat lemah. Ketika Kavadh II meninggal hanya beberapa bulan setelah naik takhta, Persia dilanda kekacauan dinasti dan perang saudara selama beberapa tahun. Sassaniyah menjadi makin lemah dengan adanya penurunan dalam bidang ekonomi, pajak yang berat untuk membiayai kampanye Khosrau II, kerusuhan agama, dan meningkatnya kekuasaan tuan tanah provinsi.[158] Kekaisaran Romawi juga sangat terpengaruh, dengan cadangan keuangannya terkuras oleh perang, dan Balkan kini sebagian besar dikuasai oleh bangsa Slav.[159] Selain itu, Anatolia juga porak-poranda akibat invasi berulang oleh Persia; kekuasaan Romawi di wilayah yang baru saja diperolehnya di Kaukasus, Suriah, Mesopotamia, Palestina, dan Mesir mulai goyah akibat pendudukan Persia selama bertahun-tahun.[160]

Kedua pihak tidak memiliki kesempatan untuk memulihkan diri, karena hanya beberapa tahun kemudian mereka diserbu oleh oleh orang Arab, yang telah disatukan oleh Islam. Menurut Howard-Johnston, serbuan orang Arab itu "hanya dapat disamakan dengan tsunami manusia".[161][162] Menurut George Liska, "Konflik panjang yang tidak perlu antara Bizantium dan Persia telah memberi jalan bagi Islam".[163] Kekaisaran Sassaniyah dengan cepat menyerah terhadap serangan ini dan pada akhirnya benar-benar ditaklukan oleh Kekhalifahan Islam pertama pada masa pemerintahan khalifah Umar (m. 634–644). Selama Perang Bizantium–Arab, wilayah provinsi timur dan selatan Kekaisaran Romawi, yang sudah lemah, yang baru saja diperoleh kembali oleh Romawi, yaitu Suriah, Armenia, Mesir dan Afrika Utara, pada akhirnya lepas kembali, mengurangi wilayah Romawi menjadi tinggal sebagian Anatolia serta daerah-daerah dan pulau-pulau yang terpencar-pencar di Balkan dan Italia.[164] Wilayah Romawi yang tersisa itu juga terus-menerus diserang, menandai peralihan dari peradaban perkotaan klasik ke bentuk masyarakat abad pertengahan yang lebih bersifat pedesaan. Akan tetapi, tidak seperti Persia, Kekaisaran Romawi (dalam bentuk Kekaisaran Bizantium) berhasil bertahan dari gelombang serangan Arab. Romawi bertahan di sisa-sisa wilayahnya dan dua kali secara telak berhasil memukul mundur pengepungan Arab atas ibu kotanya, yaitu pada 674–678 M dan 717–718 M.[165][166] Kekaisaran Romawi juga kehilangan wilayahnya di Kreta dan Italia selatan akibat direbut oleh Arab dalam konflik berikutnya, meskipun wilayah-wilayah tersebut berhasil diambil kembali oleh Romawi.

Namun bangsa Romawi akhirnya dikalahkan oleh bangsa Persia.

Hal itu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 2.

Artinya: Bangsa Romawi telah dikalahkan,

Perang Romawi–Parthia

Kesehatan dan penyakit

Sejatinya, setiap kucing ras rentan terhadap penyakit genetik tertentu. Namun, perbedaan kucing Anggora dan Persia dari jenis lainnya yakni keduanya berpotensi mengidap penyakit jantung. Gangguan kesehatan ini dikenal sebagai kardiomiopati hipertrofik yang menyebabkan penebalan otot jantung.

Selain itu, brachycephaly pada kucing Persia, dikaitkan dengan beberapa kondisi kesehatan tertentu. Termasuk gangguan gagal ginjal, masalah pernapasan, hingga infeksi mata karena bentuknya lebih menonjol, melansir Animal Wised.

Perang Romawi–Sasaniyah

Konflik berlanjut tidak lama setelah penggulingan kekuasaan Parthia dan pendirian Kekaisaran Sassaniyah oleh Ardashir I. Ardashir menggempur Mesopotamia dan Suriah pada 230 M lalu menuntut penyerahan seluruh wilayah bekas kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah.[32][33][34] Setelah perundingan yang tanpa hasil, Alexander Severus menyerang Ardashir pada 232 M dan berhasil memukul mundurnya.[35][36][37] Pada 238–240 M, menjelang akhir masakekuasaannya, Ardashir menyerang lagi, menaklukkan beberapa kota di Suriah dan Mesopotamia, termasuk Carrhae dan Nisibis.[38][39] Peperangan terus berlanjut dan semakin keras di bawah penerus Ardashir, Shapur I, yang menginvasi Mesopotamia. Pasukannya dikalahkan pada Pertempuran Resaen pada 243 M sehingga Romawi dapat merebut kembali Carrhae dan Nisibis.[40] terdorong oleh kemenangan ini, kaisar Romawi Gordianus III bergerak menuju Efrat namun malah dipukul mundur di dekat Ktesiphon dalam Pertempuran Misiche pada 244 M.[40][41][42][43]

Pada awal 250-an M, kaisar Philippus si Arab terlibat dalam perebutan kekuasaan atas Armenia. Shapur membunuh raja Armenia dan akibatnya perang melawan Romawi kembali terjadi. Shapur mengalahkan Romawi pada Pertempuran Barbalissos, dan kemudian barangkali dia menaklukkan dan menjarah Antiokia.[40][44] Antara 258 dan 260 M, Shapur menangkap kaisar Valerianus I setelah mengalahkan pasukan Romawi pada Pertempuran Edessa. Shapur lalu bergerak ke Anatolia, tetapi dia dikalahkan oleh pasukan Romawi di sana, selain itu dia juga diserang oleh Odaenathus dari Palmyra sehingga pasukan Persia terpaksa harus mundur dari wilayah kekuasaan Romawi.[45][46][47][48]

Kaisar Carus melancarkan invasi yang sukses terhadap Persia pada 283 M. Dia menjarah Ktesiphon, ibu kota Sassaniyah. Ini adalah kali ketiga Ktesiphon dijarah. Romawi bisa saja meneruskan penaklukan mereka namun Carus keburu meninggal pada bulan Desember pada tahun tersebut.[49][50][51][52] Setelah perjanjian damai yang singkat pada masa pemerintahan Diocletianus, Persia kembali menyulut permusuhan ketika mereka menginvasi Armenia dan mengalahkan pasukan Romawi di dekat Carrhae pada 296 atau 297 SM.[53][54] Namun, Galerius manghancurkan pasukan Persia dalam Pertempuran Satala pada 298. Dia berhasil menguasai baitulmal dan harem kerajaan. Tindakan ini sangat memalukan bagi pihak Persia. Perjanjian damai yang disepakati berikutnya membuat Romawi memperoleh daerah yang terbentang antara Tigris dan Greater Zab. Ini adalah kemenangan Romawi paling telak selama puluhan tahun, karena Romawi berhasil menguasai kembali seluruh wilayah mereka yang pernah hilang, ditambah dengan seluruh wilayah yang diperebutkan, serta seluruh wilayah Armenia.[55][56][57][58]

Perdamaian pada 299 M berlangsung sampai pertengahan 330-an M, ketika Shapur II memulai serangkaian serangan terhadap Romawi. Meskipun memperoleh beberapa kemenangan dalam pertempuran, kampanyenya tidak memberikan pengaruh jangka panjang: tiga pengepungan Persia atas Nisibis berhasil dipukul mundur, dan meskipun Shapur sempat menaklukkan Amida dan Singara, kedua kota itu dengan cepat direbut kembali oleh Romawi.[53] Shapur sibuk memerangi serangan kaum nomad terhadap Persia pada 350-an M sehingga tidak mengurusi Romawi, tetapi setelah itu dia melancarkan kampanye baru lagi pada 359 Ma dan lagi-lagi menaklukkan Amida. Tindakan ini memicu serangan balasan oleh kaisar Romaw, Julianus, yang menyusuri Efrat sampai ke Ktesiphon.[59] Julianus memenangkan Pertempuran Ktesiphon namun tidak dapat merebut ibu kota Persia itu dan mundur sampai ke Tigris. Diserang ole Persia, Julianus terbunuh dalam sebuah pertempuran kecil. Dengan terjebaknya pasukan Romawi di pesisir barat Efrat, penerus Julianus, Jovianus menyepakati perjanjian dengan Persia. Dia menyerahkan beberapa wilayah dengan syarat pasukan Romawi diizinkan keluar dari wilayah Sassaniyah dengan selamat. Romawi menyerahkan wilayah kekuasaan mereka di sebelah timur Tigris, selain juga Nisibis dan Singara. Setelah itu Shapur dengan cepat menaklukkan Armenia.[60] Pada 384 atau 387 M, perjanjian damai disepakati oleh Shapur III dan Theodosius I, yang membagi Armenia menjadi dua, masing-masing untuk Romawi dan Persia. Sementara itu, wilayah utara Romawi diserang oleh suku Hun, Alan, dan Jermanik, sedangkan wiayah utara Persia terancam pertama oleh suku Hun dan kemudian oleh orang-orang Heftalit. Karena kedua kekaisaran menghadapi ancaman masing-masing, akhirnya keduanya tidak saling menyerang selama beberapa waktu. Periode damai ini hanya diselingi oleh dua perang singkat, yang pertama pada 421–422 M dan yang kedua pada 440 M.[61][62][63]